Definisi Contoh Kasus Classical Conditioning

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :

CLASSICAL CONDITIONING
 Defenisi Contoh Kasus Pembelajaran Klasik (Classical Conditioning)
(Sanderson,2013)



CONTOH KASUS CLASSICAL CONDITIONING
  1. Suara adzan yang mengisyaratkan ke-5 waktu shalat wajib bagi para umat muslim.
  2. Bunyi Bel di sekolah sebagai penanda waktu masuk sekolah, pergantian jam belajar, penanda waktu istirahat dan sebagai penanda waktu pulang
  3. Pertunjukan atraksi Lumba-Lumba dimana selain dilatih, Lumba–Lumba tersebut diberikan stimulus berupa makanan untuk melakukan atraksi
 Pengondisian klasik terjadi ketika stimulus netral yang sebelumnya datang membangkitkan respons yang sama dengan stimulus lain yang dipasangkan. Mungkin kamu akrab dengan studi terkenal tentang pengkondisian klasik yang dilakukan oleh Rusia fisiolog Ivan Pavlov (1927).

Teori Pengkondisian Klasik Ivan Pavlov
(https://mukhliscaniago.wordpress.com/2012/05/04/teori-ivan-pavlov/)
Ivan Petrovich Pavlov adalah orang Rusia.  Ia menemukan Classical Conditioning di dekade 1890-an.  Namun karena pada saat itu negerinya tertutup dari dunia barat, bukunya dalam edisi bahasa Inggris Conditioned Reflexes: An Investigation of the Physiological Activity of the Cerebral Cortex baru bisa diterbitkan tahun 1927. Teorinya disebut klasik karena kemudian muncul teori conditioning yang lebih baru.  Ada pula yang menyebut teorinya sebagai learned reflexes atau refleks karena latihan, untuk membedakan teorinya dengan teori pengkondisian disadari-nya Skinner.
a.  Percobaan Pavlov
Pengkondisian Klasik atau Classical conditioning ditemukan secara kebetulan oleh Pavlov di dekade 1890-an.  Saat itu Pavlov sedang mempelajari bagaimana air liur membantu proses pencernaan makanan. Kegiatannya antara lain memberi makan anjing eksperimen dan mengukur volume produksi air liur anjing tersebut di waktu makan.  Setelah anjing tersebut melalui prosedur yang sama beberapa kali, ternyata mulai mengeluarkan air liur sebelum menerima makanan.  Pavlov menyimpulkan bahwa beberapa stimulus baru seperti pakaian peneliti yang serba putih, telah diasosiasikan oleh anjing tersebut dengan makanan sehingga menimbulkan respons keluarnya air liur.  Proses conditioning biasanya mengikuti prosedur umum yang sama.  Misalkan seorang pakar psikologi ingin mengkondisikan seekor anjing untuk mengeluarkan air liur ketika mendengar bunyi lonceng.  Sebelum conditioning, stimulus tanpa pengkondisian (makanan dalam mulut) secara otomatis menghasilkan respons tanpa pengkondisian (mengeluarkan air liur) dari anjing tersebut. Selama pengkondisian, peneliti membunyikan lonceng dan kemudian memberikan makanan pada anjing tersebut.  Bunyi lonceng tersebut disebut stimulus netral karena pada awalnya tidak menyebabkan anjing tersebut mengeluarkan air liur. Namun, setelah peneliti mengulang-ulang asosiasi bunyi lonceng-makanan, bunyi lonceng tanpa disertai makanan akhirnya menyebabkan anjing tersebut mengeluarkan air liur. Anjing tersebut telah belajar mengasosiasikan bunyi lonceng dengan makanan. Bunyi lonceng menjadi stimulus dengan pengkondisian, dan keluarnya air liur anjing disebut respons dengan pengkondisian.
b.  Prinsip-prinsip Pengkondisian Klasik Pavlov
Menindaklanjuti temuannya sebelumnya, Pavlov dan koleganya berhasil mengidentifikasi empat proses: acquisition (akuisisi/fase dengan pengkondisian), extinction (eliminasi/fase tanpa pengkondisian), generalization (generalisasi), dan discrimination (diskriminasi).
  1. 1.      Fase Akuisisi
Fase akuisisi merupakan fase belajar permulaan dari respons kondisi-sebagai contoh, anjing ‘belajar’ mengeluarkan air liur karena pengkondisian suara lonceng.  Beberapa faktor dapat mempengaruhi kecepatan conditioning selama fase akuisisi.  Faktor yang paling penting adalah urutan dan waktu stimuli. Conditioning terjadi paling cepat ketika stimulus kondisi (suara lonceng) mendahului stimulus utama (makanan) dengan selang waktu setengah detik. Conditioning memerlukan waktu lebih lama dan respons yang terjadi lebih lemah bila dilakukan penundaan yang lama antara pemberian stimulus kondisi dengan stimulus utama.  Jika stimulus kondisi mengikuti stimulus utama-sebagai contoh, jika anjing menerima makanan sebelum lonceng berbunyi-conditioning jarang terjadi.
  1. 2.      Fase Eliminasi
Sekali telah dipelajari, suatu respons dengan kondisi tidaklah diperlukan secara permanen.  Istilah extinction (eliminasi) digunakan untuk menjelaskan eliminasi respons kondisi dengan mengulang-ulang stimulus kondisi tanpa stimulus utama.  Jika seekor anjing telah ‘belajar’ mengeluarkan air liur karena adanya suara lonceng, peneliti dapat secara berangsur-angsur menghilangkan stimulus utama dengan mengulang-ulang bunyi lonceng tanpa memberikan makanan sesudahnya.
  1. 3.      Generalisasi
Setelah seekor hewan telah ‘belajar’ respons kondisi dengan satu stimulus, ada kemungkinan juga ia merespons stimuli yang sama tanpa latihan lanjutan.  Jika seorang anak digigit oleh seekor anjing hitam besar, anak tersebut bukan hanya takut kepada anjing tersebut, namun juga takut kepada anjing yang lebih besar.  Fenomena ini disebut generalisasi. Stimuli yang kurang intens biasanya menyebabkan generalisasi yang kurang intens. Sebagai contoh, anak tersebut ketakutannya menjadi berkurang terhadap anjing yang lebih kecil.
  1. 4.      Diskriminasi
Kebalikan dari generalisasi adalah diskriminasi, yaitu ketika seorang individu belajar menghasilkan respons kondisi pada satu stimulus namun tidak dari stimulus yang sama namun kondisinya berbeda.  Sebagai contoh, seorang anak memperlihatkan respons takut pada anjing galak yang bebas, namun mungkin memperlihatkan rasa tidak takut ketika seekor anjing galak diikat atau terkurung dalam kandang.
Contoh penerapanya yaitu ketika setiap 10 menit menjelang jam mata pelajaran habis siswa akan diberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai pembelajaran yang telah dilakukan  dimana bagi siswa yang mampu menjawab dan menyelesaikan tugas yang diberikan akan diberikan kesempatan pulang lebih awal/atau akan mendapatkan tambahan point nilai, hal ini dilakukan terus menerus sehingga, ketika reward itu tidak lagi diberikan siswa sudah terbiasa menjawab pertanyaan/tugas yang diberikan guru.
Ketika menanamkan sebuah konsep contohnya penjumlahan kepada siswa kelas rendah, guru memberikan stimulus berupa gambar-gambar konkrik seperti buku dan pena atau jari dalam pembelajaran penjumlahan, lama-kelamaan pengunaan media tersebut dikurangi, walaupun penggunaan media konkrik itu dikurangi atau ditiadakan siswa tetap dapat memahami/mengerti tentang pembelajaran tsb.
CONTOH DALAM SEBUAH KASUS TEMA SKRINING
Pengondisian klasik juga dapat memengaruhi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan orang.
Sebagai contoh, bayangkan bahwa Anda sedang berbaring di kursi di kantor dokter gigi Anda mendengar suara bor dokter gigi yang datang dari kamar sebelah. Meskipun dokter gigi tidak berada di dekat Anda (atau gigi Anda), hanya dengan mendengarkan bor menghasilkan perasaan gairah, kecemasan, atau rasa sakit karena, seiring waktu, Anda telah mengkaitkan suara bor dengan rasa sakit di mulut Anda.
Begitu pula pasien yang telah menjalani kemoterapi, pengobatan yang sering membuat orang merasa mual dan lemah, kadang-kadang dengan mendengar kata kemoterapi itu sendiri sudah membuat mual antisipatif bahkan sebelum mereka mulai menerima dosis berkala obat-obatan. Mereka mungkin mulai merasa sakit ketika mereka duduk di kursi menunggu perawatan atau di mobil saat mereka mengemudi ke rumah sakit.
Sebuah studi oleh Christine Cameron dkk. (2001) menunjukkan bahwa pasien kanker yang sebelumnya telah menerima kemoterapi atau radiasi yang dilaporkan dialami mual atau muntah sebagai respons terhadap bau, pemandangan, atau selera yang mengingatkan mereka pada pengobatan. Tiga puluh persen 30% pasien melaporkan mengalami mual sebagai respons untuk bau yang mengingatkan mereka tentang perawatan, dan 17% melaporkan mengalaminya mual sebagai respons terhadap pemandangan yang mengingatkan mereka tentang perawatan.

Classical Conditioning :Lebih memilih menghentikan pengobatan/ perilaku sehat) yang menimbulkan ketidaknyamanan,alih-alih menghentikan perilaku tidak sehat
Contoh Perilaku : SKRINING KESEHATAN (General Check Up)
·         Susceptibility: Besar kemungkinan ada masalah pada kesehatanku mengingat usiaku sudah diatas 40 tahun,maka biasanya penyakit degenaratif mulai muncul
·         Severity: Berbagai macam penyakit degenerative sangat serius dan membuat takut
·         Cost: Melakukan General Check Up membuatku merasa cemas dengan hasil yang akan aku terima
·         Benefits: Dari hasil check up dapat diketahui ada tidaknya penyakit yang aku derita, semakin cepat aku tahu maka semakin cepat penanganan yang aku dapatkan sehingga penyakit itu tidak bertambah parah,dan kemungkinan kesembuhan lebih besar.
·         Cues to action: Internal mulai muncul gejala penyakit penyakit yang sebelumnya tidak terpikirkan. Eksternal informasi dari teman dan atau tenaga kesehatan tentang pentingnya General Check Up untuk menjaga kesehatan tubuh, informasi dari iklan,leaflet kesehatan.

Jadi pada orang atau pasien yang pernah mendengar cerita dari seseorang,atau pernah melihat saudaranya melakukan health check dan didapati hasil dari health check tersebut bahwa ditemukan berbagai macam penyakit . sehingga dari pengalaman pengalaman tersebut pasien atau orang tersebut menjadi takut menghadapi kemungkinan kenyataan yang akan terjadi. Sehingga orang tersebut akan cenderung lebih memilih untuk tidak melakukan health check up. Mereka lebih memilih hidup tanpa kecemasan alih alih mengetahui kondisi kesehatan tubuh mereka.

KESIMPULAN
Penerapan classical conditioning merupakan metode perlakuan dalam merubah perilaku yang bersifat mal-adaptif dan merubahnya menjadi perilaku yang adaptif. 


DAFTAR PUSTAKA
·         Sanderson,C.A.(2013). Health Psychology,2ᵑᵈ Edition. John Wiley & Sons,Inc.
·         https://mukhliscaniago.wordpress.com/2012/05/04/teori-ivan-pavlov/

Artikel Lainnya:

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :

0 Response to "Definisi Contoh Kasus Classical Conditioning"

Posting Komentar